Wednesday, December 24, 2008

KUOTA 30% PEREMPUAN

Di era modern seperti sekarang ini, ruang ekspresi menjadi sangat terbuka, termasuk bagi kaum perempuan. Selain peran domestik dalam keluarga, peran sosial, politik dan kemasyarakatan sudah dijalankan kaum perempuan. Ini merupakan bukti bahwa semangat kemandirian dan kesetaraan yang digagas sejak Kongres Perempuan Indonesia tanggal 22 Desember 1928 lalu sudah terimplementasi dengan baik, ditengah kondisi yang terjadi akhir2 ini dengan banyaknya kasus KDRT atau kekerasan dalam rumahtangga.

Sudah banyak kaum perempuan yang menjadi politisi, akademisi, direktur perusahaan, bahkan sopir, montir ataupun kondektur di angkutan umum. Ini menandakan interaksi perempuan yang semakin luas. Di sisi lain, tentu membawa konsekuensi tuntutan dan tanggungjawab lebih besar terhadap perempuan untuk bisa menyelesaikan setiap persoalan yang terjadi.

Perempuan sekarang dituntut untuk mampu menjalankan perannya sebagai istri yang harus berkerjasama dengan suami untuk membangun rumahtangga yang harmonis, dan bukan lagi hanya menjadi 'garwo/konco ing wingking' atau menjadi pelengkap. Ia juga harus berperan sebagai ibu yang melahirkan, mengasuh, dan mendidik anak yang kelak menjadi penerus bangsa yang berkualitas. Pada saat yang sama juga dituntut berperan pada lingkungan sosial lainnya.
Karenanya, kaum perempuan memiliki peran yang sangat besar dalam pembangunan suatu negara ataupun masyarakat tanpa harus meninggalkan fungsi domestiknya sebagai ibu rumahtangga, yang tetap harus melayani suami dan anak-anak serta mengurus tetek bengek urusan rumah. Dan dalam banyak kasus, justru para perempuan merupakan sumber mencari nafkah utama bagi keluarganya.

Sudahkah kita memperlakukan kaum perempuan, yang notabene adalah para ibu, dengan layak? sudahkah kita memberikan perlindungan yang cukup kepada mereka? Sudahkah kita memberikan kesempatan atau peluang yang lebih besar lagi? atau minimal menghargai setiap inchi pekerjaan yang telah mereka lakukan?
Memperlakukan dengan baik kaum perempuan tentu tidak cukup dengan memberi porsi kuota 30% di parlemen atau legislatif, atau memberi kesempatan pada mereka dengan memberikan kedudukan yang penting dan strategis di pemerintahan, perusahaan atau lainnya. Masih banyak korban-korban kekerasan dalam rumahtangga yang kebanyakan diderita kaum perempuan, baik secara fisik maupun batin yang tidak tampak di luarnya tetapi hanya bisa dirasakan oleh kaum perempuan itu sendiri seperti: poligami dlsbnya, atau menjadi komoditi seks, ataupun korban perdagangan manusia.

Di sisi lain, sudahkan kita sebagai perempuan sadar dan terbangun serta siap untuk mencerdaskan diri kita sendiri serta menurunkannya pada generasi berikutnya agar lebih 'aware' - 'peka' dalam menghadapi setiap persoalan-persoalan tersebut. Jadilah CERDAS, BERIMAN serta MANDIRI - sehingga setiap terwakilan atau peran sosial kita di luar rumah menjadi lebih bermanfaat khususnya bagi kaum perempuan itu sendiri. Siapkan diri kita baik-baik untuk lebih peka dan lebih berpihak dalam penyelesaian persoalan kaum perempuan, bukan hanya menjadi pemanis atau gula-gula dalam pemenuhan kuota 30% ...

Memperlakukan dengan baik kaum perempuan adalah dengan memberikan perlindungan, baik secara hukum maupun praktek sehari-hari, karena 'surga itu terletak di bawah telapak kaki ibu'

MAJULAH PEREMPUAN INDONESIA

No comments: