Sepulang umroh bersama suami pada bulan ramadhan tahun 2004, saya merasakan sesuatu yang tidak lazim. Umroh kali itu, tanpa persiapan apa2, ditengah prahara kehidupan yang sedang rapuh, ditimpa berbagai persoalan dalam kehidupan perkawinan kami dan persoalan2 lain yang datang bertubi. Alhamdulillah, saya dituntun untuk segera mengambil suatu langkah, yang begitu disadari kini, adalah langkah yang sangat tepat, yaitu memutuskan untuk berumroh. Tanpa berunding dengan suami terlebih dahulu, saya ambil seluruh simpanan saya bertahun-tahun untuk mendaftar sebagai jama'ah umroh di salah satu biro perjalanan. Semua proses pendaftaran lancar, ketika suami saya beritahu, alhamdulillah tanggapannya positif meskipun 'agak' terkejut karena kesannya mendadak.
Selama di Tanah Suci, setiap saya memasuki masjid, saya selalu merasa merinding, tapi hanya sebelah kiri atau bagian kiri tangan saya. Awalnya saya tidak punya prasangka atau firasat apa2, saya anggap wajar2 saja kalau saya terharu atau merinding ketika itu, maklum inilah kali pertama saya berkesempatan berkunjung ke Tanah Suci, Subhanallah Ya, Allah .. berulang-ulang saya mengucap syukur atas nikmat yang telah Allah SWT berikan pada kami.
Begitu seterusnya setiap kali saya masuk ke masjid ataupun selesai shalat. Puncaknya ketika selesai tawaf wada' dan selesai shalat sunnah di dekat Ka'bah, yang namanya merinding itu tetap saja ada dan 'cuma' disebalah kiri badan saya. Saya langsung bersujud dan berdoa, semoga hal itu merupakan isyarat yang baik, kalaupun hal ini merupakan isyarat yang tidak baik, semoga dengan ijin Allah SWT, saya dapat mengatasinya dengan baik, anggap saja sebagai 'hadiah' yang nilainya tak terhingga. Dengan kepasrahan penuh, saya siapkan diri dan mental saya baik2.
Kami kembali ke Indonesia kira2 10 hari menjelang Idul Fitri. Sampai di rumah, saya sibuk mempersiapkan segala keperluan untuk Lebaran juga beres2 rumah karena pasti kami sekeluarga akan mudik ke Jatim. Di tengah kesibukan beres2 dll, setiap malam menjelang tidur tangan kiri saya terasa pegal dan linu. Awalnya saya tidak curiga, tapi lama2 saya berpikir, kenapa yang pegal tangan kiri? kan yang bekerja selalu tangan kanan?.. iseng2 saya raba payudara sebelah kiri..saya terkejut..kok..terasa ada seperti benjolan sebesar bakso.. saya coba periksa sendiri dengan teknik deteksi dini yang sering kita baca di majalah, koran dll.. benjolan itu semakin terasa. Untuk memastikannya, saya minta suami untuk merabanya, dan dia juga merasa ada benjolan sebesar bakso di samping payudara saya dengan arah jarum jam 3 dan 6.
Seminggu setelah Lebaran, saya sempatkan waktu untuk kontrol ke dokter, karena 'agak' cemas, saya konsultasi dulu dengan seorang teman wanita yang berprofesi sebagai dokter. Dengan perasaan tegar saya jalani seluruh prosesi pemeriksaan, dari USG, Mammografi yang sakitnya minta ampun.. lalu USG 4 dimensi untuk meyakinkan bahwa hasil USG dan Mammografi itu benar2 valid. Setelah semua hasil dipastikan 'valid', teman saya yang dokter itu berusaha untuk menjelaskannya pada saya. Dia terlihat sangat sedih, jadi semua keterangannya semakin membuat saya bingung, daripada saya tambah bingung, saya lalu bilang: kalau hasilnya memang mengkhawatirkan, anggap saja itu merupakan 'hadiah' dari Allah SWT untuk saya, dan saya harus bisa menerimanya dengan tabah, mudah2an ada pahala atau hikmah di balik semua ini. Teman saya langsung memeluk saya sambil menangis dan berkata berkata: mbak iing kok tabah banget sih. Alhamdulillah, mudah2an saya akan tetap tabah.
Berita itu langsung saya kirimkan ke kakak ipar saya yang berprofesi sebagai dokter di Surabaya sesuai saran suami. Begitu menerima semua hasil pemeriksaan saya, beliau langsung memutuskan bahwa saya harus segera berangkat ke Surabaya untuk menjalani pemeriksaan atau tindakan selanjutnya. Kamu berkejaran dengan waktu ing... saya masih menanggapi dengan ringan tanpa prasangka apa2, semua tampak sibuk tapi lesu tidak bergairah, saya jadi berandai-andai penuh tanda tanya???. Hari berikutnya saya sudah terbang ke Surabaya dengan pesawat, siangnya saya langsung dipertemukan dengan seorang dokter spesialis bedah mamae, dr Eddy Tanggo, dia dokter ahli bedah terbaik ke 2 di Surabaya dengan spesialisasi mamae atau payudara. Begitu melihat hasil pemeriksaan awal saya yang di Jakarta, dia juga berkesimpulan bahwa benjolan yang ada di payudara saya itu jenisnya CA (kanker), tapi beliau tetap menginginkan pemeriksaan ulang. Saya menjalani lagi proses pemeriksaan ulang berupa mammografi yang menyiksa itu, USG, ditambah biopsi di daerah yang dicurigai ada benjolannya, semua saya jalani seorang diri. Saya baru merasa 'khawatir' alias campur aduk karena tidak ada seorangpun yang bisa saya ajak berbicara atau sharing perasaan alias 'curhat' ataupun yang mau memberitahukan keadaan saya yang sebenarnya. Tiga hari saya lalui seluruh proses sendirian, rasanya seperti setahun, karna setiap detik rasanya saya dikejar oleh sesuatu yang menakutkan. Hasilnya, benjolan yang tadinya terindikasi CA/kanker, begitu dibiopsi ternyata indikasinya 'hanya' berupa pembengkakan kelenjar? .. bukan tumor.. dan hasil USG 4 dimensi diketahui besarannya dan letaknya di daerah mana saja.. tapi hasil mammografi terlihat konfigurasi yang mengindikasikan CA/kanker. Dokter Eddy tidak mau ambil resiko, beliau bilang, mungkin yang terambil waktu biopsi memang kebetulan jenisnya kelenjar, belum tentu yang lainnya, karena dari hasil USG kan terlihat banyak sekali benjolannya. Jadi sebaiknya memang dilakukan tindakan atau operasi, besok langsung cek darah, jantung, paru dan seluruhnya pokoknya general check up, katanya, saya sudah siapkan tempat di rumah sakit, mau rumah sakit mana? .. Ya Allah.. saya rasanya lemas, tapi berusaha untuk tetap terlihat tegar, tanpa pilihan, saya jalani lagi proses general check up. Semua normal, tapi baru ketahuan bahwa saya ternyata punya kelainan jantung bawaan. Sistem electric di jantung saya yang sebelah kiri mati total dan tidak berfungsi, ini bawaan dari lahir. kata dokter jantungnya, sepanjang ini tidak mengganggu, ya.. tidak apa2, cuma kalau kelelahan saya akan lebih megap2 dibandingkan yang normal, kalau megap2nya mengganggu tindakan yang diambil ya.. pasang alat pacu .. dengan entengnya dokternya menerangkan .. saya cuma manggut2 bingung .. mudah2an tidak sampai begitu ya.. sambil bercanda dokternya menambahkan, kalau pakai alat pacu itu, pasti ndak pernah deg2an lagi karena denyutnya jadi konstan terus, kan mesin yang bekerja .. trus kalau di bandara, ndak boleh lewat metal detektor .. walah .. saya tambah bengong ...
Setelah diskusi dengan seluruh keluarga, diputuskanlah saya harus menjalani pembedahan alias operasi besar, tapi saya harus kembali dulu ke Jakarta untuk mempersiapkan segalanya, saya hanya punya waktu 2 hari. Seluruh keluarga besar diberitahu, juga anak2 saya. Rasanya saya seperti di awang-awang, tidak tahu harus berbuat apa atau berkata apa, dengan pasrah semua saya serahkan pada Allah Ta'ala. Suami mendadak menggelar pengajian di rumah di Depok menjelang hari operasi atau pembedahan, dengan perasaan di tabah-tabahkan saya lalui semuanya. Saya didampingi suami dan anak tertua kembali ke Surabaya dan langsung menuju ke rumah sakit RKZ yang sebelumnya telah dipesan, sampai di RS, saya mengikuti semua prosedur administrasi, dan persiapan besok pagi kira2 jam 8 operasinya akan dimulai. Jam 10 malam saya sudah tidak boleh makan apa2 lagi alias puasa.
Karena ada kelainan jantung, maka tim dokterpun bertambah, selain dokter Eddy Tango yang ahli bedah, juga disiapkan tim dokter ahli patologinya. ada istrinya kakak ipar yang juga dokter ahli patologi ikut dalam tim, kata dokter Eddy, supaya kerjanya tuntas, tidak berkali-kali. Setiap benjolan yang diambil, segera diuji oleh ahli patologi di tempat itu juga, semuanya supaya aman. Alhasil operasinya baru selesai jam 2.30 siang, saya tersadar kira2 jam 3 lewat, waktu tersadar saya masih berpikir..kok operasinya belum juga di mulai, saya mencoba untuk membuka mata tapi rasanya berat sekali, samar terlihat jam di dinding menunjukkan angka 3 lewat. Memori saya dengan cepat kembali lagi, wah..berarti ini sudah selesai operasinya, tapi saya tidak kuat untuk bergerak ataupun membuka mata, hanya suara2 orang merintih dan mengerang di samping tempat saya terbaring, baru saya sadari belakangan, bahwa itu ruang isolasi pasca operasi, dan setiap pasien selesai operasi hari itu harus di tempatkan dulu di situ lebih kurang 6 jam terutama untuk pasien yang keadaannya sangat mengkhawatirkan. Saya berusaha berteriak, tapi rasanya tidak berdaya, perasaan saya waktu itu campur aduk, (bagi yang pernah merasakan proses atau peristiwa seperti ini, pasti bisa membayangkan bagaimana rasanya atau perasaan kita kalau kita baru saja sadar dari pembiusan total dan menjalani operasi besar, susah untuk digambarkan) tiba2 seorang perawat menghampiri, sambil mengelus tangan saya dia berbisik lirih, ibu sudah sadar?.. saya mengangguk lalu minta dipanggilkan kakak ipar saya yang juga dokter spesialis anastesi. Dengan tanggap, kakak ipar saya langsung memerintahkan para perawat untuk segera memindahkan saya ke ruang perawatan yang sudah dipersiapkan, tapi dijawab, bahwa saya harus tetap di ruang isolasi minimal 6 jam, kakak ipar saya langsung menjawab, itu tanggungjawab saya, pindahkan saja dengan seluruh peralatan bantu itu, kalau tidak segera nanti pasiennya malah tambah stres... alhamdulillah, rasanya lega banget .. sampai di kamar perawatan saya disambut seluruh keluarga, meskipun masih setengah teler, saya langsung disuruh minum dan makan, tapi rasa biusnya masih terasa di leher dan tenggorokan, juga mata saya masih berat banget, akhirnya saya terlelap lagi meskipun telinga saya masih jelas mendengar suara2 saudara2 yang sedang asyik mengobrol .. rasanya kesal banget, karna ndak berdaya ...
Untuk mengurangi rasa sakit pasca operasi, saya diberi 'pain killer' selama tiga hari juga suntikan antibiotik yang kalau disuntikkan rasanya sakit luar biasa.
Hari ke 5 pasca operasi, hasil lab patologinya sudah bisa diketahui, alhamdulillah indikasi CA/kanker tidak didapat, yang ada adalah pengapuran kelenjar air susu yang jumlahnya banyak menyerupai anggur. Sujud syukur kami sekeluarga, disertai dengan linangan airmata. Terimakasih Ya Allah.. semoga 'kejutan' ini ada hikmahnya untuk saya pribadi juga keluarga.
Selama di Tanah Suci, setiap saya memasuki masjid, saya selalu merasa merinding, tapi hanya sebelah kiri atau bagian kiri tangan saya. Awalnya saya tidak punya prasangka atau firasat apa2, saya anggap wajar2 saja kalau saya terharu atau merinding ketika itu, maklum inilah kali pertama saya berkesempatan berkunjung ke Tanah Suci, Subhanallah Ya, Allah .. berulang-ulang saya mengucap syukur atas nikmat yang telah Allah SWT berikan pada kami.
Begitu seterusnya setiap kali saya masuk ke masjid ataupun selesai shalat. Puncaknya ketika selesai tawaf wada' dan selesai shalat sunnah di dekat Ka'bah, yang namanya merinding itu tetap saja ada dan 'cuma' disebalah kiri badan saya. Saya langsung bersujud dan berdoa, semoga hal itu merupakan isyarat yang baik, kalaupun hal ini merupakan isyarat yang tidak baik, semoga dengan ijin Allah SWT, saya dapat mengatasinya dengan baik, anggap saja sebagai 'hadiah' yang nilainya tak terhingga. Dengan kepasrahan penuh, saya siapkan diri dan mental saya baik2.
Kami kembali ke Indonesia kira2 10 hari menjelang Idul Fitri. Sampai di rumah, saya sibuk mempersiapkan segala keperluan untuk Lebaran juga beres2 rumah karena pasti kami sekeluarga akan mudik ke Jatim. Di tengah kesibukan beres2 dll, setiap malam menjelang tidur tangan kiri saya terasa pegal dan linu. Awalnya saya tidak curiga, tapi lama2 saya berpikir, kenapa yang pegal tangan kiri? kan yang bekerja selalu tangan kanan?.. iseng2 saya raba payudara sebelah kiri..saya terkejut..kok..terasa ada seperti benjolan sebesar bakso.. saya coba periksa sendiri dengan teknik deteksi dini yang sering kita baca di majalah, koran dll.. benjolan itu semakin terasa. Untuk memastikannya, saya minta suami untuk merabanya, dan dia juga merasa ada benjolan sebesar bakso di samping payudara saya dengan arah jarum jam 3 dan 6.
Seminggu setelah Lebaran, saya sempatkan waktu untuk kontrol ke dokter, karena 'agak' cemas, saya konsultasi dulu dengan seorang teman wanita yang berprofesi sebagai dokter. Dengan perasaan tegar saya jalani seluruh prosesi pemeriksaan, dari USG, Mammografi yang sakitnya minta ampun.. lalu USG 4 dimensi untuk meyakinkan bahwa hasil USG dan Mammografi itu benar2 valid. Setelah semua hasil dipastikan 'valid', teman saya yang dokter itu berusaha untuk menjelaskannya pada saya. Dia terlihat sangat sedih, jadi semua keterangannya semakin membuat saya bingung, daripada saya tambah bingung, saya lalu bilang: kalau hasilnya memang mengkhawatirkan, anggap saja itu merupakan 'hadiah' dari Allah SWT untuk saya, dan saya harus bisa menerimanya dengan tabah, mudah2an ada pahala atau hikmah di balik semua ini. Teman saya langsung memeluk saya sambil menangis dan berkata berkata: mbak iing kok tabah banget sih. Alhamdulillah, mudah2an saya akan tetap tabah.
Berita itu langsung saya kirimkan ke kakak ipar saya yang berprofesi sebagai dokter di Surabaya sesuai saran suami. Begitu menerima semua hasil pemeriksaan saya, beliau langsung memutuskan bahwa saya harus segera berangkat ke Surabaya untuk menjalani pemeriksaan atau tindakan selanjutnya. Kamu berkejaran dengan waktu ing... saya masih menanggapi dengan ringan tanpa prasangka apa2, semua tampak sibuk tapi lesu tidak bergairah, saya jadi berandai-andai penuh tanda tanya???. Hari berikutnya saya sudah terbang ke Surabaya dengan pesawat, siangnya saya langsung dipertemukan dengan seorang dokter spesialis bedah mamae, dr Eddy Tanggo, dia dokter ahli bedah terbaik ke 2 di Surabaya dengan spesialisasi mamae atau payudara. Begitu melihat hasil pemeriksaan awal saya yang di Jakarta, dia juga berkesimpulan bahwa benjolan yang ada di payudara saya itu jenisnya CA (kanker), tapi beliau tetap menginginkan pemeriksaan ulang. Saya menjalani lagi proses pemeriksaan ulang berupa mammografi yang menyiksa itu, USG, ditambah biopsi di daerah yang dicurigai ada benjolannya, semua saya jalani seorang diri. Saya baru merasa 'khawatir' alias campur aduk karena tidak ada seorangpun yang bisa saya ajak berbicara atau sharing perasaan alias 'curhat' ataupun yang mau memberitahukan keadaan saya yang sebenarnya. Tiga hari saya lalui seluruh proses sendirian, rasanya seperti setahun, karna setiap detik rasanya saya dikejar oleh sesuatu yang menakutkan. Hasilnya, benjolan yang tadinya terindikasi CA/kanker, begitu dibiopsi ternyata indikasinya 'hanya' berupa pembengkakan kelenjar? .. bukan tumor.. dan hasil USG 4 dimensi diketahui besarannya dan letaknya di daerah mana saja.. tapi hasil mammografi terlihat konfigurasi yang mengindikasikan CA/kanker. Dokter Eddy tidak mau ambil resiko, beliau bilang, mungkin yang terambil waktu biopsi memang kebetulan jenisnya kelenjar, belum tentu yang lainnya, karena dari hasil USG kan terlihat banyak sekali benjolannya. Jadi sebaiknya memang dilakukan tindakan atau operasi, besok langsung cek darah, jantung, paru dan seluruhnya pokoknya general check up, katanya, saya sudah siapkan tempat di rumah sakit, mau rumah sakit mana? .. Ya Allah.. saya rasanya lemas, tapi berusaha untuk tetap terlihat tegar, tanpa pilihan, saya jalani lagi proses general check up. Semua normal, tapi baru ketahuan bahwa saya ternyata punya kelainan jantung bawaan. Sistem electric di jantung saya yang sebelah kiri mati total dan tidak berfungsi, ini bawaan dari lahir. kata dokter jantungnya, sepanjang ini tidak mengganggu, ya.. tidak apa2, cuma kalau kelelahan saya akan lebih megap2 dibandingkan yang normal, kalau megap2nya mengganggu tindakan yang diambil ya.. pasang alat pacu .. dengan entengnya dokternya menerangkan .. saya cuma manggut2 bingung .. mudah2an tidak sampai begitu ya.. sambil bercanda dokternya menambahkan, kalau pakai alat pacu itu, pasti ndak pernah deg2an lagi karena denyutnya jadi konstan terus, kan mesin yang bekerja .. trus kalau di bandara, ndak boleh lewat metal detektor .. walah .. saya tambah bengong ...
Setelah diskusi dengan seluruh keluarga, diputuskanlah saya harus menjalani pembedahan alias operasi besar, tapi saya harus kembali dulu ke Jakarta untuk mempersiapkan segalanya, saya hanya punya waktu 2 hari. Seluruh keluarga besar diberitahu, juga anak2 saya. Rasanya saya seperti di awang-awang, tidak tahu harus berbuat apa atau berkata apa, dengan pasrah semua saya serahkan pada Allah Ta'ala. Suami mendadak menggelar pengajian di rumah di Depok menjelang hari operasi atau pembedahan, dengan perasaan di tabah-tabahkan saya lalui semuanya. Saya didampingi suami dan anak tertua kembali ke Surabaya dan langsung menuju ke rumah sakit RKZ yang sebelumnya telah dipesan, sampai di RS, saya mengikuti semua prosedur administrasi, dan persiapan besok pagi kira2 jam 8 operasinya akan dimulai. Jam 10 malam saya sudah tidak boleh makan apa2 lagi alias puasa.
Karena ada kelainan jantung, maka tim dokterpun bertambah, selain dokter Eddy Tango yang ahli bedah, juga disiapkan tim dokter ahli patologinya. ada istrinya kakak ipar yang juga dokter ahli patologi ikut dalam tim, kata dokter Eddy, supaya kerjanya tuntas, tidak berkali-kali. Setiap benjolan yang diambil, segera diuji oleh ahli patologi di tempat itu juga, semuanya supaya aman. Alhasil operasinya baru selesai jam 2.30 siang, saya tersadar kira2 jam 3 lewat, waktu tersadar saya masih berpikir..kok operasinya belum juga di mulai, saya mencoba untuk membuka mata tapi rasanya berat sekali, samar terlihat jam di dinding menunjukkan angka 3 lewat. Memori saya dengan cepat kembali lagi, wah..berarti ini sudah selesai operasinya, tapi saya tidak kuat untuk bergerak ataupun membuka mata, hanya suara2 orang merintih dan mengerang di samping tempat saya terbaring, baru saya sadari belakangan, bahwa itu ruang isolasi pasca operasi, dan setiap pasien selesai operasi hari itu harus di tempatkan dulu di situ lebih kurang 6 jam terutama untuk pasien yang keadaannya sangat mengkhawatirkan. Saya berusaha berteriak, tapi rasanya tidak berdaya, perasaan saya waktu itu campur aduk, (bagi yang pernah merasakan proses atau peristiwa seperti ini, pasti bisa membayangkan bagaimana rasanya atau perasaan kita kalau kita baru saja sadar dari pembiusan total dan menjalani operasi besar, susah untuk digambarkan) tiba2 seorang perawat menghampiri, sambil mengelus tangan saya dia berbisik lirih, ibu sudah sadar?.. saya mengangguk lalu minta dipanggilkan kakak ipar saya yang juga dokter spesialis anastesi. Dengan tanggap, kakak ipar saya langsung memerintahkan para perawat untuk segera memindahkan saya ke ruang perawatan yang sudah dipersiapkan, tapi dijawab, bahwa saya harus tetap di ruang isolasi minimal 6 jam, kakak ipar saya langsung menjawab, itu tanggungjawab saya, pindahkan saja dengan seluruh peralatan bantu itu, kalau tidak segera nanti pasiennya malah tambah stres... alhamdulillah, rasanya lega banget .. sampai di kamar perawatan saya disambut seluruh keluarga, meskipun masih setengah teler, saya langsung disuruh minum dan makan, tapi rasa biusnya masih terasa di leher dan tenggorokan, juga mata saya masih berat banget, akhirnya saya terlelap lagi meskipun telinga saya masih jelas mendengar suara2 saudara2 yang sedang asyik mengobrol .. rasanya kesal banget, karna ndak berdaya ...
Untuk mengurangi rasa sakit pasca operasi, saya diberi 'pain killer' selama tiga hari juga suntikan antibiotik yang kalau disuntikkan rasanya sakit luar biasa.
Hari ke 5 pasca operasi, hasil lab patologinya sudah bisa diketahui, alhamdulillah indikasi CA/kanker tidak didapat, yang ada adalah pengapuran kelenjar air susu yang jumlahnya banyak menyerupai anggur. Sujud syukur kami sekeluarga, disertai dengan linangan airmata. Terimakasih Ya Allah.. semoga 'kejutan' ini ada hikmahnya untuk saya pribadi juga keluarga.
No comments:
Post a Comment